Change in font'

Jumat, 04 Februari 2011

Rezim Mubarak Paksa Operator Seluler Sebar Propaganda

KAIRO (Berita SuaraMedia) – Setelah para pengunjuk rasa anti-Mubarak di Mesir menggunakan telepon seluler mereka untuk mengorganisasi dan menyiarkan unjuk rasa mereka kepada dunia, rezim Mubarak menyadari bahwa pihaknya juga bisa menggunakan teknologi serupa untuk melawan oposisi.
Dalam lima hari terakhir, Mesir dihantam dengan serangkaian pesan teks yang mendukung Mubarak.
"Para pemuda Mesir, waspadailah kabar burung dan dengarkanlah alasannya. (Negara) Mesir lebih penting dari segalanya, jadi peliharalah," demikian isi salah satu pesan teks seperti terlihat dalam foto berikut terjemahannya yang diunggah di sebuah akun di Flickr. Pesan teks lainnya, yang diterima hari Minggu oleh seorang reporter Associated Press di Mesir, menyerukan, "Para pria yang jujur dan loyal agar menghadapi para pengkhianat dan penjahat serta melindungi rakyat dan kehormatan kita."
Dalam dua contoh tersebut, pengirim teks hanya dikenali sebagai Vodafone. Menurut laporan Guardian, pesan massal lebih lanjut yang dikirimkan sebuah kelompok yang menamakan diri "Pecinta Mesir" meminta para pendukung Mubarak agar berkumpul di Tahrir Square di Kairo, Rabu. Saat para pendukung Mubarak tiba di pusat alun-alun, mereka kemudian menyerang para demonstran penentang pemerintahan.
Vodafone, perusahaan komunikasi yang bermarkas di Inggris, memiliki 55 persen saham dari perusahaan seluler terbesar Mesir, Vodafone Egypt, mengakui bahwa rezim Mubarak memaksanya untuk menyebarkan propaganda mendukung pemerintahan.
"Berdasarkan ketetapan-ketetapan darurat dalam UU Telekomunikasi, pemerintah Mesir bisa memerintahkan jaringan seluler Mobinil, Etisalat, dan Vodafone agar mengirimkan pesan kepada rakyat Mesir," demikian isi pernyataan perusahaan tersebut. "Isi pesan-pesan ini tidak ditulis oleh operator seluler mana pun dan kami tidak boleh mempertanyakan isi pesan kepada pihak berwenang."
Vodafone bukan satu-satunya perusahaan telekomunikasi yang dibajak pemerintah. Mobinil, perusahaan yang 71 persen sahamnya dimiliki France Telecom, mengatakan kepada AOL News, militer Mesir mengharuskan perusahaan mengirimkan pesan teks kepada para pelanggannya, namun hanya pesan-pesan yang "menyangkut keamanan dan keamanan secara umum" yang diproses. Perusahaan yang bermarkas di Paris tersebut menambahkan pihaknya amat menentang pesan yang bermuatan politik yang berseberangan dengan prinsip netral perusahaan tersebut.
Sementara itu, pada hari Rabu, Etisalat Egypt, perusahaan subsider dari Telecommunications Corp yang berbasis di Abu Dhabi, menyebarkan pesan teks berbahasa Arab yang berisi, "Untuk setiap ibu, ayah, saudara laki-laki dan perempuan, untuk setiap warga negara yang terhormat, jagalah negara ini karena negara ini bertahan selamanya," demikian dilansir Wall Street Journal. Etisalat Egypt tidak dapat langsung dimintai keterangan mengenai pesan teks tersebut.
Pesan propaganda tersebut menyulut amarah warga terhadap perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang sebelumnya sudah dikecam karena mematikan jaringan mereka pada hari Jumat atas permintaan pemerintah.
Mai Barakat, seorang analis di London yang bekerja untuk perusahaan peneliti Informa Telecoms and Media, mengatakan kepada AOL News bahwa Vodafone dan perusahaan-perusahaan telekomunikasi lain bisa saja kehilangan pelanggan jika rakyat Mesir mulai menganggap mereka sebagai kepanjangan tangan dari rezim Mubarak.
"Akan ada banyak orang yang meninggalkan operator seluler mereka jika mereka merasa operator itu memihak pemerintah," katanya.
Kehilangan pelanggan adalah hal yang paling dihindari para operator karena Mesir adalah sumber pemasukan yang besar. Seperti dilansir Bloomberg, di Mesir terdapat sekitar 75 juta pelanggan operator seluler, Mesir juga merupakan pasar telekomunikasi yang paling berkembang di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Akan tetapi, Jack Gold, presiden perusahaan konsultan teknologi di AS, J.Gold Associates, mengatakan kepada AOL News bahwa perusahaan-perusahaan seperti Vodafone memang tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghadapi pemerintah.
"Faktanya, seluruh operator dan penyedia layanan seluler mendapatkan izin dari negara tempat mereka beroperasi," katanya. "Jika pemerintah meminta mereka melakukan sesuatu dan mereka tidak melakukannya, mereka akan mencabut izin operasional dan perusahaan itu bisa ditutup."
Di negara-negara seperti AS, Inggris, dan Perancis, perusahaan-perusahaan telekomunikasi bisa memperkarakan pemerintah di jalur hukum jika mereka tidak setuju dengan perintah pemerintah. "Tapi, di negara-negara otoriter, jika pemimpin tertinggi memutuskan untuk menutup (perusahaan), maka (perusahaan akan) ditutup," kata Gold. "Dalam hal ini, saya rasa kita tidak bisa menyalahkan para operator karena melakukan apa yang diperintahkan pemerintah. Mereka tak punya pilihan lain," tambahnya. (dn/ao) www.suaramedia.com

0 komentar:

Posting Komentar

IP Blog' ^^

IP

Pengikut

 
offsetWidth); }